Menarik ya, di usia segini aku sering mendengar pembicaraan tentang pernikahan. Aku mendapatkan banyak perspektif tentang nikah.
Aku pribadi belum siap nikah, baik secara fisik (takut diunboxing) dan secara mental (takut culture shock). Kalau otak sih udah full tank dengan buku dan podcast tentang pernikahan hahaha.
1. Nikah Gak Perlu Mewah
Aku setuju bahwa menikah itu tak perlu mewah-mewah, yang penting kehidupan setelah nikah.
Kalau aku punya uang 200 juta, yang kupakai nikah hanya yang 80 juta. Sisanya untuk nyambung hidup. Maka, aku harus mencari uang lebih banyak, agar modal nikah dan modal nyambung hidupnya lebih banyak.
Aku ingin memuliakan tamu yang hadir.
Bisa dengan makanan yang enak, barangkali tamu itu tak pernah makan enak di rumahnya.
Jika diizinkan Allah ya.
Innamal 'amalu bin niyat.
Ah, satu lagi, aku tak akan memfasilitasi kotak amplop segede gaban di gapura pernikahanku. Itu mungkin membuat orang yang tidak punya uang mengurungkan niatnya untuk hadir ke pernikahanku.
Kalau si Kotak amplop sialan itu nanti tetap ada disaat aku menikah, maka hanya satu, aku tak berdaya melawan keluarga.
Digaris bawahi, aku tidak keberatan jika nikah sederhana, toh itu duitku. Gengsi orang tua ya tinggal ditelan saja (kayaknya gak semudah itu deh).
Aku juga tidak keberatan nikah mewah, toh itu duitku. Orang tua ridho, Allah ridho, maka selama itu, hidupku akan baik² aja.
Mau calon suamiku ngajak nikah sederhana atau nikah mewah, aku sih gas gas saja, yang penting aku punya banyak stok sabar dan ikhlas buat ngejalanin life after merriage hahaha. Dan yang paling penting, aku dan suamiku nanti sudah cukup ilmunya biar lebih bertanggung jawab atas keputusan kami.
Dari lubuk hati yang terdalam, aku mau nikahnya di gedung.
Atau di KUA sajalah (biar pulang nikah bisa langsung bobo).
Bukannya apa, aku tinggal di perumahan BTN, jarak dengan rumah tetangga itu bukannya dekat, tapi rapat!
Masalah omongan orang sih aku gak peduli, cuma aku khawatir ada yang sakit hati karena keberisikan atau kesulitan akses jalan. Nanti bisa berabe hisabku.
Lagi, ini kalau di izinkan Allah ya.
2. Nikah Untuk Menghindari Zina.
Sebenarnya aku kurang setuju. Justru, dari sekian banyak kasus yang ku lihat di media, kebanyakan perselingkuhan itu dilakukan dengan oknum yang statusnya sudah menikah. Artinya godaan setelah nikah malah lebih besar.
Mungkin bisa, salah satu tujuan nikah itu untuk menghindari zina, tapi tidak worth it untuk dijadikan tujuan utama.
Sama kaya 'Nikah untuk sunnah Rasul' jadinya dia buru-buru nikah. Padahal ada banyak sunnah Rasul lain yang lebih ringan yang belum dia kerjakan.
Jadi tujuan nikah itu apa?
Surga. Titik.
3. Nikah Memperbanyak Keturunan.
Tidak setuju. Tapi kalau nikah untuk memperbanyak keturunan yang berkualitas, baru setuju.
Cuma kan, sulit ya. (Duh kok aku pesimis sih!)
Aku sangat jauh dari kata wanita childfree. Alhamdulillah aku diberi rahim yang sehat dengan siklus haid yang lancar, aku juga diberi otak yang sehat dengan kemampuan berpikir yang lancar. Maka, tidak ada alasan untuk aku menjadi Childfree.
Aku siap untuk punya anak setelah nikah.
Tapi kalau setelah nikah tidak diberi anak...
Aku juga siap (Tapi sedih)
4. Tinggal di Rumah Sendiri.
Ini dia. Aku sangat setuju. Selain untuk belajar hidup mandiri, hal ini juga dapat mencegah distribusi konflik yang lebih luas.
Makanya, sebelum nikah, aku usahakan punya rumah dulu. Punya kendaraan yang layak juga tentunya.
Aku tidak akan mengajak suamiku untuk menjauhi orang tuanya, tidak.
Kalau mertuaku mau tinggal di rumah kami, tidak masalah, asal jangan aku yang tinggal di rumah mertuaku. Begitu kira-kira.
Penting.
aku tidak peduli omongan orang, tapi omongan keluarga sangat aku pertimbangkan
Penutup.
Ngapain sih ngomongin nikah? Masih lama kali, lulus aja belom
Ditulis oleh Aisyha.
27 September 2024.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar